DI HENING MALAM.
MASIH ADA SEBARIS RINDU
MUNGKIN MASIH ADA KESEJUKAN
SEPERTI TURUNNYA EMBUN
KARENA SIANG BEGITU GERSANG
TIADA YANG BISA TUK DIRENUNGKAN
PANAS MENYENGAT BAGAIKAN API
BIAR KUREDAM DI SINI
BERSAMA SETITIK KETENANGAN.
Puisi Kehidupan
Hanya karena kecintaan terhadap karya sastra, terinspirasi dari sosok nama besar Chairil Anwar yang aku kagumi
Rabu, 17 September 2014
Sabtu, 23 November 2013
Tengah Malam
Terbangun dari sebuah mimpi buruk
Terekam tingkah salah dalam memori
Tertinggal dalam benak sesak
Terbawa diangan keinginan
Terlepas lewati sebagian malam
Terbayang kembali tentang masa silam
Tentang keindahan
Tentang kasih-kasihnya
Tentang teman-temannya
Tentang sahabat,bahkan orang yang dirindunya
Tengah malam
Tatkala sepi dan gelap mencekam
Tertatih berjalan mendekat pancuran
Tengadah tangannya meminta
Terdengar doa-doa pengharapannya
Terkirim lirih untuk yang tercinta.
RMJ.241113
Terekam tingkah salah dalam memori
Tertinggal dalam benak sesak
Terbawa diangan keinginan
Terlepas lewati sebagian malam
Terbayang kembali tentang masa silam
Tentang keindahan
Tentang kasih-kasihnya
Tentang teman-temannya
Tentang sahabat,bahkan orang yang dirindunya
Tengah malam
Tatkala sepi dan gelap mencekam
Tertatih berjalan mendekat pancuran
Tengadah tangannya meminta
Terdengar doa-doa pengharapannya
Terkirim lirih untuk yang tercinta.
RMJ.241113
Puing-puing
*Mata hati
Cinta ku tak akan punya akhir sampai datang pagi kembali.
kini ku hadir mengisi ruang waktu ku
yang tak bisa terhenti
bersama sajak-sajak pagi
*Puing-puing.
Terhampar dalam luka
pecah berkeping-keping
termakan masa
hujan dan panas
terbuang tiada peduli.
*Diujung penantian
Tergambar dalam kanvas guratan warna -warni
divalet melintang bercak jingga
merah mentari dilukiskan mengambang di atas dermaga
sosok bayangan raga ku hitam
kecil memanjang mengarah timur
Mentari separuh keemasan terpagut cakrawala
tenggelam di balik luas samudera
hingga batasnya hilang dalam kesabaran
malam menjemput gelap
dan ku masih berdiri di dermaga penantian
Angin semilir membayukan titik air kecipak pantai
menidurkan perahu-perahu di tepian yang ditinggal nelayan
tali yang tertambat mengikatnya
dan laut menamparnya dengan ombak
dengan angin yang semakin kencang
Nampak dikejauhan sebatas penggalan
bersinar bintang pengganti
menghias malam yang ditinggalkan sang mentari
dia tak sendiri
dan cahayanya memainkan tanda
berkedip bagaikan sinyal morse
jauuh di upukm langit kebiruan
seakan terang diantara jutaan bintang-bintang.
Cinta ku tak akan punya akhir sampai datang pagi kembali.
kini ku hadir mengisi ruang waktu ku
yang tak bisa terhenti
bersama sajak-sajak pagi
*Puing-puing.
Terhampar dalam luka
pecah berkeping-keping
termakan masa
hujan dan panas
terbuang tiada peduli.
*Diujung penantian
Tergambar dalam kanvas guratan warna -warni
divalet melintang bercak jingga
merah mentari dilukiskan mengambang di atas dermaga
sosok bayangan raga ku hitam
kecil memanjang mengarah timur
Mentari separuh keemasan terpagut cakrawala
tenggelam di balik luas samudera
hingga batasnya hilang dalam kesabaran
malam menjemput gelap
dan ku masih berdiri di dermaga penantian
Angin semilir membayukan titik air kecipak pantai
menidurkan perahu-perahu di tepian yang ditinggal nelayan
tali yang tertambat mengikatnya
dan laut menamparnya dengan ombak
dengan angin yang semakin kencang
Nampak dikejauhan sebatas penggalan
bersinar bintang pengganti
menghias malam yang ditinggalkan sang mentari
dia tak sendiri
dan cahayanya memainkan tanda
berkedip bagaikan sinyal morse
jauuh di upukm langit kebiruan
seakan terang diantara jutaan bintang-bintang.
Jumat, 22 November 2013
Mata Hati
*Mata hati
Cinta ku tak akan punya akhir sampai datang pagi kembali.
kini ku hadir mengisi ruang waktu ku
yang tak bisa terhenti
bersama sajak-sajak pagi
*Puing-puing.
Terhampar dalam luka
pecah berkeping-keping
termakan masa
hujan dan panas
terbuang tiada peduli.
*Diujung penantian
Tergambar dalam kanvas guratan warna -warni
divalet melintang bercak jingga
merah mentari dilukiskan mengambang di atas dermaga
sosok bayangan raga ku hitam
kecil memanjang mengarah timur
Mentari separuh keemasan terpagut cakrawala
tenggelam di balik luas samudera
hingga batasnya hilang dalam kesabaran
malam menjemput gelap
dan ku masih berdiri di dermaga penantian
Angin semilir membayukan titik air kecipak pantai
menidurkan perahu-perahu di tepian yang ditinggal nelayan
tali yang tertambat mengikatnya
dan laut menamparnya dengan ombak
dengan angin yang semakin kencang
Nampak dikejauhan sebatas penggalan
bersinar bintang pengganti
menghias malam yang ditinggalkan sang mentari
dia tak sendiri
dan cahayanya memainkan tanda
berkedip bagaikan sinyal morse
jauuh di upukm langit kebiruan
seakan terang diantara jutaan bintang-bintang.
Cinta ku tak akan punya akhir sampai datang pagi kembali.
kini ku hadir mengisi ruang waktu ku
yang tak bisa terhenti
bersama sajak-sajak pagi
*Puing-puing.
Terhampar dalam luka
pecah berkeping-keping
termakan masa
hujan dan panas
terbuang tiada peduli.
*Diujung penantian
Tergambar dalam kanvas guratan warna -warni
divalet melintang bercak jingga
merah mentari dilukiskan mengambang di atas dermaga
sosok bayangan raga ku hitam
kecil memanjang mengarah timur
Mentari separuh keemasan terpagut cakrawala
tenggelam di balik luas samudera
hingga batasnya hilang dalam kesabaran
malam menjemput gelap
dan ku masih berdiri di dermaga penantian
Angin semilir membayukan titik air kecipak pantai
menidurkan perahu-perahu di tepian yang ditinggal nelayan
tali yang tertambat mengikatnya
dan laut menamparnya dengan ombak
dengan angin yang semakin kencang
Nampak dikejauhan sebatas penggalan
bersinar bintang pengganti
menghias malam yang ditinggalkan sang mentari
dia tak sendiri
dan cahayanya memainkan tanda
berkedip bagaikan sinyal morse
jauuh di upukm langit kebiruan
seakan terang diantara jutaan bintang-bintang.
Selasa, 12 November 2013
Kumpulan Doa
Kumpulan Doa Harian: Doa selamat pagi dan sore: اَصْبَحْنَاوَاَصْبَحَ الْمُلكُ لِلهِ، وَلْحَمْدُلِلهِ لَآاِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ،لَهُ الْمُلْكُ،وَلَهُ الْحَمْدُوَهُوَ...
Rabu, 06 November 2013
Do'a untuk Pahlawan
http://solemansair.blogspot.com/2013/11/doa-untuk-pahlawan.html
Kamila in Action
Jumat, 01 November 2013
Kalah Perang
Wajahnya tertunduk pucat, menahan perih dan sesak dalam dada,
Ribuan kecewa menghias kepala, dan menumpuk sekujur tubuh lemas,
Jalan tak lagi terasa, bumi yang ditapakinya rasa hampa,
Dia pulang membawa bilur luka yang tak pernah sembuh.
Mata -mata nanar yang memandanginya, bak senjata menghunus dekat kepala,
Jari yang menuding, seakan menghujam sampai ulu hati,
Langkahnya tertatih , menyusuri jalan pulang,
Dalam keraguan menanti , siap dicampakan ,
Di negeri yang mentertawakan saat dia kembali pulang.
Medan perang telah dia tinggalkan, jauh sebelum perang usai,
Kata pahlawan, bukan lagi jadi kehormatan,
Nada sinis berdesing, bagai peluru mencari mangsa,
Tubuhnya seakan mati lemas tak berdarah,
Dia kalah perang.
Jiwa raganya bak telanjang, dipermalukan,
Semua terlucuti, tanpa sehelai kehormatan,
Lalu dia berkata kembali dalam hati,
" Aku akan datang, ke medan pertempuran, sampai titik darah penghabisan"
" Lebih baik mati di sana, dari pada pulang dan dipermalukan!'
Jika jiwa mesti melayang, dan gugur dengan satu alasan,
Itu sebuah kehormatan tiada banding,
Mereka boleh jadi pecundang, dikala negeri kehilangan jati diri,
Mereka boleh khianati negeri, disaat negeri sekarat dan mati,
Darah kita meraah , kawan,.....
Tulang kita putiih, temaaan,.....
Adakah belas dan kasih mu menyerta air mata negeri ini,
Menyeka tangis bunda pertiwi, dari tangis kepanjangan,
Apakah kita telah kehilangan, darah dan tulang yang pahlawan korbankan,
Ataukah kita menjadi orang yang kalah perang,
Hingga dipermalukan ketika pulang?
Kemana rasa dan nurani mu sebagai bangsa ?
Kita bukan orang yang kalah perang!
Ribuan kecewa menghias kepala, dan menumpuk sekujur tubuh lemas,
Jalan tak lagi terasa, bumi yang ditapakinya rasa hampa,
Dia pulang membawa bilur luka yang tak pernah sembuh.
Mata -mata nanar yang memandanginya, bak senjata menghunus dekat kepala,
Jari yang menuding, seakan menghujam sampai ulu hati,
Langkahnya tertatih , menyusuri jalan pulang,
Dalam keraguan menanti , siap dicampakan ,
Di negeri yang mentertawakan saat dia kembali pulang.
Medan perang telah dia tinggalkan, jauh sebelum perang usai,
Kata pahlawan, bukan lagi jadi kehormatan,
Nada sinis berdesing, bagai peluru mencari mangsa,
Tubuhnya seakan mati lemas tak berdarah,
Dia kalah perang.
Jiwa raganya bak telanjang, dipermalukan,
Semua terlucuti, tanpa sehelai kehormatan,
Lalu dia berkata kembali dalam hati,
" Aku akan datang, ke medan pertempuran, sampai titik darah penghabisan"
" Lebih baik mati di sana, dari pada pulang dan dipermalukan!'
Jika jiwa mesti melayang, dan gugur dengan satu alasan,
Itu sebuah kehormatan tiada banding,
Mereka boleh jadi pecundang, dikala negeri kehilangan jati diri,
Mereka boleh khianati negeri, disaat negeri sekarat dan mati,
Darah kita meraah , kawan,.....
Tulang kita putiih, temaaan,.....
Adakah belas dan kasih mu menyerta air mata negeri ini,
Menyeka tangis bunda pertiwi, dari tangis kepanjangan,
Apakah kita telah kehilangan, darah dan tulang yang pahlawan korbankan,
Ataukah kita menjadi orang yang kalah perang,
Hingga dipermalukan ketika pulang?
Kemana rasa dan nurani mu sebagai bangsa ?
Kita bukan orang yang kalah perang!
Bimbang
~Keraguan
===rindu berpuisi=31/10/13====
Yakinkan aku,
Ketika kebimbangan mendera,
Agar ku tak keliru dalam bertanya
Tegurlah aku,
Ketika salah dalam kata dan jalan,
Agar lurus dalam peradaban waktu,
Tunjukkan padaku,
wujud dan rupa mu sebelum berakhir waktu,
Agar ku tak salah mengira keharuman aroma mu,
jangn tanam seribu ragu , bahkan kepanjangan masa,
Berilah aku,
Secercah cahaya, biar ku menilai,
karena kegelapan , tak bisa kumelihat rona dan rupa
Semua bagaikan tanpa rasa, hambar tertelan kegelapan.
Lepaskanlah keraguan,
agar aku tak terjerat asa,tak berbatas dan tak berujung,
Ini sudah separuh waktu,yang mungkin tak berarti,
biar kututup sampai di sini, dipenghujung batas,
Hingga hilang segumpal keraguan.
===rindu berpuisi=31/10/13====
Yakinkan aku,
Ketika kebimbangan mendera,
Agar ku tak keliru dalam bertanya
Tegurlah aku,
Ketika salah dalam kata dan jalan,
Agar lurus dalam peradaban waktu,
Tunjukkan padaku,
wujud dan rupa mu sebelum berakhir waktu,
Agar ku tak salah mengira keharuman aroma mu,
jangn tanam seribu ragu , bahkan kepanjangan masa,
Berilah aku,
Secercah cahaya, biar ku menilai,
karena kegelapan , tak bisa kumelihat rona dan rupa
Semua bagaikan tanpa rasa, hambar tertelan kegelapan.
Lepaskanlah keraguan,
agar aku tak terjerat asa,tak berbatas dan tak berujung,
Ini sudah separuh waktu,yang mungkin tak berarti,
biar kututup sampai di sini, dipenghujung batas,
Hingga hilang segumpal keraguan.
Tampuk kuasa
~HAKIM MABOK~
===satire======
Kursi kehormatan dinila hitam noda,
seakan dakwanya mengandung kebenaran.
Mata yang yang nanar membutakan nurani,
terbayang setumpuk kemanisan materi lewat hitam pekat mendusta fakta.
Angka dua puluh sembilan dibaliknya,
menjadi pembenaran lewat palu ketiganya.
Kemenangan menjadi muskil,
dan kekalahan menjadi ladang subur isi kepala yang licik.
Lalu aku bertanya pada guru besarku,
pada hukum di negeri merah putih.
Kemana panglima berpedang, disaat hakim mabok keputusan, ataukah keputusasaan?
Lalu aku bertanya kembali, kepada guru ngaji di tepi sungai
yang airnya bergemerik mengalir jernih.
Apakah bisa keputusan itu diterima, sedang sholatnya saja ditolak selama 40 hari?
Wahai ,..para pemegang pedang kebenaran,
jangan kau muntahi meja hijau kebesaran, hingga kami ragu segudang keputusan.
karena akal diracuni, dicekoki madat dan ganja,
Wahai ,...para pemegang mandat kekuasaan,
Jangan nodai dan ingkari amanah , hingga kami bimbang diawal tahun ini,
Kami rakyat, dari pingiran menggugat dan melaknat,
Muka dan wajah bertinja yang kau jadikan hiasan,
Kami hanya rakyat yang menggugat,
ini keputusan.....
dan kami , bukan manusia yang sholatnya ditolak selama 40 hari,
karena kami bukan pemadat kekuasaan,
kami bukan pemuja kebendaan,
kami bicara atas nama KEBENARAN.
==Nov.2013==
===satire======
Kursi kehormatan dinila hitam noda,
seakan dakwanya mengandung kebenaran.
Mata yang yang nanar membutakan nurani,
terbayang setumpuk kemanisan materi lewat hitam pekat mendusta fakta.
Angka dua puluh sembilan dibaliknya,
menjadi pembenaran lewat palu ketiganya.
Kemenangan menjadi muskil,
dan kekalahan menjadi ladang subur isi kepala yang licik.
Lalu aku bertanya pada guru besarku,
pada hukum di negeri merah putih.
Kemana panglima berpedang, disaat hakim mabok keputusan, ataukah keputusasaan?
Lalu aku bertanya kembali, kepada guru ngaji di tepi sungai
yang airnya bergemerik mengalir jernih.
Apakah bisa keputusan itu diterima, sedang sholatnya saja ditolak selama 40 hari?
Wahai ,..para pemegang pedang kebenaran,
jangan kau muntahi meja hijau kebesaran, hingga kami ragu segudang keputusan.
karena akal diracuni, dicekoki madat dan ganja,
Wahai ,...para pemegang mandat kekuasaan,
Jangan nodai dan ingkari amanah , hingga kami bimbang diawal tahun ini,
Kami rakyat, dari pingiran menggugat dan melaknat,
Muka dan wajah bertinja yang kau jadikan hiasan,
Kami hanya rakyat yang menggugat,
ini keputusan.....
dan kami , bukan manusia yang sholatnya ditolak selama 40 hari,
karena kami bukan pemadat kekuasaan,
kami bukan pemuja kebendaan,
kami bicara atas nama KEBENARAN.
==Nov.2013==
Berita Kepada Kawan
Intro : D G D A D G D
D A D
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Em A D
Sayang engkau tak duduk disampingku kawan
D A D
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Em A D
Di tanah kering bebatuan
D A D
Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Em A D
Hati tergetar menampak kering rerumputan
D A D
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Em A D
Gembala kecil menangis sedih oooo
reff-1
A G D
Kawan coba dengar apa jawabnya
A G D
Ketika ia kutanya mengapa
A G D
Bapak ibunya telah lama mati
A G D
Ditelan bencana tanah ini
G
Sesampainya di laut
D
Kukabarkan semuanya
Em A D
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
G D
Tetapi semua diam tetapi semua bisu
Em A
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
reff-2
D A
Barangkali disana ada jawabnya
A D
Mengapa di tanahku terjadi bencana
G D
Mungkin Tuhan mulai bosan Melihat tingkah kita
Em A D
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
G D
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Em A G A D
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
Rabu, 30 Oktober 2013
"Lebih Baik Tangan di Atas": Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Pengembangan Parag...
"Lebih Baik Tangan di Atas": Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Pengembangan Parag...: Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Pengembangan Paragraf : Klimaks-Antiklimaks, SUdut Pandang, Perbandingan-Pertentangan, Analogi, Contoh, Kla...
Langganan:
Postingan (Atom)