Aku masih saja berdiri termangu menanti truk pasir yang lewat ke arah rumahku. Lama berharap akhirnya datang juga yang ketunggu-tunggu. Dengan susah payah ku lemparkan tas buluk berisi buku-buku pelajaran ke atas truk. Agak kesulitan aku menaiki truk, karena badan yang kecil ini terasa sulit bukan kepalang. Ku rebahkan badanku di atas hamparan pasir sambil menarik dalam nafas yang tersenggal, tak lagi berfikir esok mau pakai baju yang mana, yang ku pakai ini hanya ada satu-satunya. Sedih mengingat semua peristiwa itu, namun terasa ada begitu banyak senyuman yang bisa kucermati dalam langkah kehidupan yang penuh keprihatinan.
Musim hujan di awal bulan November , begitu banyak membawa cerita , baik suka mau pun duka. Semua kulewati bagai kan jalan panjang rel kereta api Anyer- Panarukan yang melintas dekat rumah di mana aku dibesarkan.
Sore itu hujan masih saja turun seperti hari-hari kemarin ,membasahi sekujur tubuh yang terbungkus seragam putih biru beralaskan sepatu cat pemain film m
andarin. Jalanan berbatu itu pun seakan licin ketika hujan semakin deras mengguyur bumi. Langkahku semakin melayang , seakan tak pernah sampai tujuan. Sebentar lagi jalan menanjak telah dekat dihadapan mata. Licin , bagaikan berminyak, seakan sulit untuk dipijak. Dengan sekali hentakan aku menanjaki jalan itu. Belum juga sampai di atas, tubuhku sudah kembali lagi ke bawah. Terguling-guling bagaikan dibanting keras dengan kepala menghantam bumi yang basah dan licin. Seragam telah berubah warna, entah di mana sepatu merk capung itu. Mata terasa berkunang-kunang enggan untuk bangkit. Tanjakan itu terasa semakin tinggi kulihat nanar, mana kala kepala ada di bawah dengan posisi terbalik yang kulihat hanya langit yang masih menurunkan butiran hujan. Peristiwa yang ke dua kalinya ini terasa semakin sakit ku ingat, namun apalah daya itulah sepatu yang hanya mampu diberikan Ibuku. Sepatu yang sudah tak jelas tinggal berapa mili ketebalannya, itulah sahabat setiap hari yang menemaniku ke sekolah.
Dengan susah payah kupanjat tebing itu dengan merangkak. Sepatu lapuk itu tetap kubawa pulang menyusuri jalan becek berair. Entah sudah berupa apa bentuk kaos kaki warna hitam tak lagi jelas bentuk rupanya.
Dengan susah payah kupanjat tebing itu dengan merangkak. Sepatu lapuk itu tetap kubawa pulang menyusuri jalan becek berair. Entah sudah berupa apa bentuk kaos kaki warna hitam tak lagi jelas bentuk rupanya.
Pohon karet dekat sekolah nampak hijau berdaun baru. Rindang dengan kesejukan musim hujan. Seakan membawa kesegaran ketika siang menjelang. Hari ini tak ku jumpai dia yang biasa duduk di dekat tukang bubur kacang hijau, tempat satu-satunya kantin sekolah tempat teman-teman biasa pesan nasi uduk dan lontong guyur.
Aku melangkah menuju kelas, ketika bel awal pela
Aku melangkah menuju kelas, ketika bel awal pela
jarn. Kulihat bangkunya masih saja kosong. Biasanya kulihat tas merah muda tergolek di sana. Hari ini tak kulihat , entahlah, apakah dia sakit atau,...aach ,...pikiranku semakin jauh melayang.
Lamunanku terhenti, ketika kudengar salam yang diucapkan oleh wakil ketua Osis. Inna lillahi wa inna illahi rojiuun, telah berpulang teman juga sahabat kita semua yang kita cintai. Demikian kalimat yang terucapkan dari rekan sahabat wakil Osis. Aku tak sanggup melanjutkan cerita, dan menyebutkan namanya. Hanya sebaris kalimat serta doa semoga engkau bahagia di sana, maafkan segala kesalahanku serta kealfaan ini. Selamat jalan sahabat semoga engkau damai di sisi-Nya. Aamiiin...
Dari kisah kelam di SMP.1983. Menjelang akhir kelulusan. Air mata orang tua sepuh itu tak kuasa membendung air mataku. Aku telah kehilangan sahabat , juga kekasihku. Dialah yang membuat aku tegar dalam menjalani dan meraih cita. Kini hanya bening matanya yang berbinar dan senyumnya yang menawan seakan tak pernah hilang dalam ingatan.
Lamunanku terhenti, ketika kudengar salam yang diucapkan oleh wakil ketua Osis. Inna lillahi wa inna illahi rojiuun, telah berpulang teman juga sahabat kita semua yang kita cintai. Demikian kalimat yang terucapkan dari rekan sahabat wakil Osis. Aku tak sanggup melanjutkan cerita, dan menyebutkan namanya. Hanya sebaris kalimat serta doa semoga engkau bahagia di sana, maafkan segala kesalahanku serta kealfaan ini. Selamat jalan sahabat semoga engkau damai di sisi-Nya. Aamiiin...
Dari kisah kelam di SMP.1983. Menjelang akhir kelulusan. Air mata orang tua sepuh itu tak kuasa membendung air mataku. Aku telah kehilangan sahabat , juga kekasihku. Dialah yang membuat aku tegar dalam menjalani dan meraih cita. Kini hanya bening matanya yang berbinar dan senyumnya yang menawan seakan tak pernah hilang dalam ingatan.
====Soleman sair. 2012.
Menyentuh kalbu
BalasHapus